Pengakuan negara atas Kong Hu Cu
Terbaru 7 April 2011 - 04:58 GMT
Facebook
Twitter
Kirim kepada teman
Print page
Masyarakat Kong Hu Cu di Singkawang merayakan hari raya Cap Go Meh.
Walaupun sudah ada di nusantara selama ratusan tahun, pengakuan resmi dari negara terhadap agama Kong Hu Cu baru datang pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di tahun 2000.
Selain memberikan pengakuan, Gus Dur juga membebaskan masyarakat Kong Hu Cu yang notabene adalah keturunan Cina untuk menjalankan ibadah agamanya secara terbuka dan merayakan hari keagamaan mereka.
Berita terkait
Perlukah negara tetapkan status agama?
Hak-hak sipil yang terabaikan
Fakta ini, menurut Direktur Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa Gendro Nurhadi menjadi acuan sebagian besar penganut agama dan kepercayaan asli Indonesia. Mereka ingin, negara mengakui agama dan kepercayaan asli Indonesia, seperti halnya pengakuan terhadap Kong Hu Cu.
"Kong Hu Cu aja bisa diakui.. saya yagg asli kata mereka, saya yang asli (kenapa) enggak? Ini memang salah satu motivasi mereka kesana jadinya," ujar Gendro Nurhadi.
Namun menurut Anick HT, Direktur Indonesian Conference on Religion and Peace, tidak semua penganut agama asli ingin diakui secara resmi. Menurutnya keinginan mereka cukup sederhana, yaitu kebebasan dalam menjalankan ibadahnya.
"Yang penting mereka dilindungi dalam beribadah dan tidak dipaksa-paksa....asal tidak dituduh komunis asal tidak dipaksa menjadi kristen atau Islam dan lain sebagainya," kata Anick HT,
"Yang penting mereka dilindungi dalam beribadah dan tidak dipaksa-paksa...asal tidak dituduh komunis asal tidak dipaksa menjadi Kristen atau islam dan lain sebagainya"
Anick HT, Direktur Indonesian Conference on Religion and Peace
Kong Hu Cu selalu menjadi contoh sukses sebuah kepercayaan yang awalnya tak diakui negara namun kini duduk sejajar dengan agama-agama besar lain di Indonesia. Bagaimana para penganut Kong Hu Cu memperjuangkan pengakuan negara atas agama mereka?
Puluhan tahun dilarang
Selama puluhan tahun, rezim Orde Baru melarang kesenian barongsai dan tradisi Tionghoa lain termasuk agama Kong Hu Cu untuk ditampilkan secara terbuka. Padahal, diyakini tradisi Tionghoa sudah masuk ke Indonesia bersamaan dengan migrasi manusia dari wilayah selatan Cina ke Asia Tenggara termasuk Indonesia sekitar 5.000 tahun lalu. Bahkan, sekolah agama Kong Hu Cu pertama di Jakarta berdiri pada awal abad ke-17. Dan secara organisasi sudah eksis sejak 1901.
Sebenarnya, menurut Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat , pemerintah tidak memiliki wewenang memberi pengakuan terhadap sebuah agama termasuk Kong Hu Cu. Untuk kasus agama masyarakat Tionghoa ini, Bahrul menyatakan pemerintah hanya mencabut larangan yang diberlakukan di masa Orde Baru.
Penjelasan ini diamini Anggota Presidium Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Budi S Tanuwibowo. Indonesia, lanjut Budi, pernah mengakui keberadaan agama Kong Hu Cu di masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Pengakuan ini diperkuat Undang-undang nomor 1/PNPS/1965 yang dikukuhkan dengan Undang-undang nomor 5 tahun 1969. Di masa ini Orde Baru sudah berkuasa, sehingga artinya kata Budi, pemerintahan Soeharto mengakui keberadaan agama Kong Hu Cu. Uniknya, pada tahun 1967 terbit instruksi presiden yang isinya melarang semua jenis tradisi Tionghoa termasuk Kong Hu Cu dilaksanakan secara terbuka. Dan inpres inilah yang kemudian menjadi awal perlakuan diskriminasi terhadap Kong Hu Cu:
Arus balik untuk Kong Hu Cu tiba ketika Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi Presiden Indonesia. Di masa pemerintahan Gus Dur, inpres yang melarang kegiatan terbuka tradisi Tionghoa dicabut. Bahkan untuk pertama kalinya perayaan tahun baru Imlek digelar secara nasional.
Dari fakta ini, maka jelaslah bahwa sebelum masa Orde Baru pemerintah sudah mengakui keberadaan Kong Hu Cu sebagai sebuah agama. Pemerintah hanya mengembalikan status Kong Hu Cu yang dibekukan oleh rezim Soeharto.
Fakta ini menunjukkan sulit bagi agama dan kepercayaan asli Indonesia mengharapkan pengakuan dari negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar