Selasa, 29 Maret 2011

AGAMA SEBAGAI BENTUK PERILAKU MANUSIA YANG TELAH TERLEMBAGAKAN

A. Pengetian Agama
Dalam bahasa Belanda Agama mempunyai nama atau dikenal dengan istilah “Godsident” yang bebrarti kepercayaan dan kebaktian kepada Tuhan, jadi hidup beragama adalah Hidup yang dilandasi oleh oleh kepercayaan atau keimnanan kepada Tuhan serta kebaktian atau pengabdian kepadanya .
Beberapa tokoh Agama yang mengartikan Agama adalah:
1. Menurut tylor agama di gambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berfikir bertindak dan merasakan sama dengan manusia, kepercayaan yang gaib dalam agama punya asal usul dari kepercayaan animisme dan dinamisme masyarakat primitif, segala sesuatu di alam ini di percaya mempunyai ruh.
Esensi agam menurut taylor sebagai kepercayaan terhadap hal hal spiritual, hal ini yang selama ini di percayai oleh umat umat beragama, wujud spiritual juga di artikan dalam bentuk hal gaib, kekuatan gaib dalam agama yang menjadi sentral dalam agama tersebut adalah tuhan. Hampir semua agama mempercayai adanya tuhan dalam agama mereka, hal ini dikarenakan tuhan merupakan sesuatu yang menjadi pokok pemujaan manusia.
2. Lucien levy – bruhl (1857- 1945)
Bruhl seorang ahli sejarah dan filsafat perancis terkenal karena karya karyanya mengenai mentalitas primitif, menurutnya agama adalah pandangan dan jalan orang primitive, agama sebagaimana halnya magi, menurut bruhl agama adalah sesuatu yang tidak logis dan tidak rasional, sehingga tidak akan pernah menghantarkan manusia menuju kemajuan.
Ini berarti bruhl membedakan antara agama atau magi dengan ilmu pengetahuan , sains atau ilmu teknologi.
3. James george frazer (1854 - 1941).
frazer seorang pengagum atau murid taylor berasal dari skotlandia, ia tidak mengemukakan definisi agama secara spesifik, akan tetapi dia tidak membedakan antara religi dan magi yang sama sama cocok bagi masyarakat yang masih befikir pralogis, sedangkan sains cocok bagi masyarakat modern yang sudajh berfikir logis.
Esensi agama menurut frazer adalah ketergantungan atau kepercayaan manusia terhadap hal supranatural .
Dari bentuk kepercayaan pada hal ghoib ini kemudian muncul beberapa interpretasi atau penafsiran dari teks teks atau wahyu yang berbeda beda sehingga memunculkan beberapa aliran yang sama berdasar pada satu teks, akan tetapi memiliki penafsiran atau kerangka berfikir yang berbeda.
Perbedaan interpretasi ini kemudian berubah menjadi suatu komunitas besar dan menjadi suatu kelompok teologis yang kemudian dalam islam diklasifikasikan dalam islam tengah, islam kanan, dan islam kiri, Bentuk dari suatu komunitas tersebut bertransformasi manjadi suatu lembaga keagamaan yang bergerak dan berjalan diatas ideologi yang telah terbentuk atas keyakinan bersama.

B.Agama yang Terlembaga
Dalam melihat suatu kelompok masyarakat maka sesungguhnya didasarkan pada dua cara pandang. Pertama, cara pandang eksklusif yang digunakan untuk melihat orang lain (the others). Dengan cara pandang ini, mereka cenderung tertutup untuk menerima perbedaan, terutama dalam aspek teologi. Paham eksklusif tidak mau menerima secara penuh kebenaran lain, karena dianggap melanggar akidah Islam. Paham eksklusif ini didasarkan pada penafsiran secara literal dan skriptural. Artinya, agama ditafsirkan secara apa adanya sesuai dengan bunyi teks. Disebutkan oleh Raimundo Panikkar (1994), “Kalau suatu pernyataan dinyatakan benar, pernyataan lain yang berlawanan tidak bisa benar.”
Kedua, dalam konteks sosial, pemahaman agama tidak bisa berdiri sendiri yang lahir dari pembacaan terhadap teks-teks agama. Faktor sosial, lingkungan, pendidikan, dan politik ikut andil dalam memengaruhi pemahaman keagamaan mereka. Sehingga moderat atau radikal pemahaman seseorang tidak sekadar dipengaruhi oleh doktrin ajaran agama, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang pada gilirannya akan melahirkan sikap dan perilaku sosial.
Dua faktor penting ini kemudian dibungkus dalam agama yang sudah menjadi lembaga, yang dalam teori sosial disebut institutionalized religion dalam bentuk organisasi keagamaan. Sehingga militansi dan fanatisme selalu dirujuk pada bagaimana pengikut organisasi mengikuti kebenaran yang telah dirumuskan oleh suatu organisasi agama. Kebenaran kemudian menjadi milik suatu organisasi agama yang dianut oleh anggotanya. Tak mengherankan jika beberapa waktu lalu terjadi benturan antar pendukung seorang tokoh atau pengikut ormas. Tampaknya aksi anarkistis yang biasanya dilakukan oleh sejumlah ormas radikal berusaha dilawan oleh kelompok lain untuk memberikan titik keseimbangan agar aksi anarkistis atas nama agama tidak terus-menerus menjadi alat intimidasi terhadap kelompok lain yang berbeda pendapat.
Semuanya ini adalah bagian dari benturan antar kaum militan terhadap ‘agama yang telah terlembaga’ (institutionalized religion) bukan agama itu sendiri. Mereka sedang berjuang atas nama agama, tetapi nyatanya adalah berjuang atas lembaga agama.
Selama ini orang tidak sadar bahwa militansi terhadap ‘agama yang telah terlembaga’ (institutionalized religion) lebih besar ketimbang agamanya itu sendiri. Meskipun terkesan seseorang berjuang untuk menegakkan agama, tetapi yang dapat kita lihat adalah ia berjuang untuk ‘agama yang telah terlembaga’ (institutionalized religion).
Karena itulah, kelompok-kelompok agama banyak bermunculan dengan visi dan misi yang berbeda-beda. Sejak Indonesia belum merdeka, ada barisan Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Ulama, dan kelompok lainnya yang memiliki militansi dan fanatismenya sendiri-sendiri. Nah, sekarang ini kelompok Islam pendahulu (barisan Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Ulama), sudah mendapat pesaing baru dengan maraknya ormas-ormas keagamaan yang lahir belakangan ini.
Bukti bahwa semua kelompok itu tidak sedang berjuang untuk agama, melainkan berjuang untuk ‘agama yang telah terlembaga’ adalah bahwa dalam sejarahnya mereka tidak pernah dapat disatukan dalam satu wadah. Mereka berjuang atas nama ego kelompoknya masing-masing. Sejarah telah membuktikan kelompok-kelompok Islam tidak pernah dapat disatukan dalam satu wadah partai politik.
Oleh karena lembaga lembaga yang bernaung dan mengatasnamakan agama seharusnya kembali pada fitroh awal, yakni sebagai pengayom masyarakat dan mampu bersinergi dengan masyarakat luas sehingga tercipta suatu hubungan yang harmonis antara agama dan masyarakat.
Berbagai kegiatan lembaga keagamaan yang mengatasnamakan agama akan tetapi mereka tidak membangun pola komunikasi yang baik dengan masyarakat maka pada sesungguhnya mereka ini hanyalah sebagian kecil dari kelompok yang lebih mementingkan ego kelompok dari pada nilai atau subtansi awal dari keberadaan agama di muka bumi ini.
Ketika suatu kelompok keagamaan lebih mementingkan ego masing masing maka jelas bahwa yang akan terjadi hanyalah kekerasan semata dengan mengatasnamakan agama, seperti tragedy monas (antara ormas FPI dengan ormas islam yang lain) yang pernah terjadi dilingkungan masyarakat, bentrok antarab dua ormas islam yang masing masing mempunyai klaim bahwa dirinya adalah yang paling benar.
Tindakan beberapa ormas yang cenderung keras seperti FPI tersebut seharusnya mendapatkan perhatian dari pememrintah untuk menertibkan ormas bahkan kalau perlu membubarkan atau mencabut izin bagi ormas yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan Agama sehingga keamanan dan kondusifitas masyarakat terjaga.
Penting bagi semua ormas yang belandaskan teologis suatu agama untuk tidak mengingkari keberadaan UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar dan nilai dari bangsa Indonesia yang sudah tertanam sejak dulu. Dari pancasila dan UUD itulah kemudian kita berpijak bersama dengan berlandas pada agama sebagai suatu aturan moral dan sebagai suatu keyakinan.
C.Kesimpulan
Agama di gambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berfikir bertindak dan merasakan sama dengan manusia, kepercayaan yang gaib dalam agama punya asal usul dari kepercayaan animisme dan dinamisme masyarakat primitif, segala sesuatu di alam ini di percaya mempunyai ruh.
kelompok-kelompok agama banyak bermunculan dengan visi dan misi yang berbeda-beda. Sejak Indonesia belum merdeka, ada barisan Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Ulama, dan kelompok lainnya yang memiliki militansi dan fanatismenya sendiri-sendiri. Nah, sekarang ini kelompok Islam pendahulu (barisan Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Ulama), sudah mendapat pesaing baru dengan maraknya ormas-ormas keagamaan yang lahir belakangan ini, berbagai kelompok atau ormas diatas merupakan bagian dari pelembagaan agama (institutionalized religion).

DAFTAR PUSTAKA
- Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: PT.raja Grafindo Persada, 2006.
- Ahmadi, Abu, Perbandingan Agama,Jakarta : Rineka Cipta, 1991.
- Media Indonesia,2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar